Plastik

Plastik adalah salah satu polimer organik sintetis yang pertama kali dibuat pada tahun 1907 dan diproduksi secara massal pada tahun 1950. Bahan dasar plastik adalah hidrokarbon atau minyak bumi seperti etilen atau propilen (Geyer et al., 2017). Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu termoset atau plastik thermosetting adalah plastik yang tidak dapat berubah bentuk walaupun telah dipanaskan, beberapa jenisnya yaitu poliuretan, poliester, epoksi resin, dan resin fenolik. Kelompok kedua yaitu termoplastik adalah plastik yang dapat kembali ke bentuk awal ketika dipanaskan. Plastik kelompok ini dapat dibentuk dengan mudah dan banyak ditemukan di kehidupan sehari-hari. Beberapa jenisnya yaitu polietilena, polipropilen, polivinil klorida (Freudenrich, 2007). Salah satu jenis plastik yang paling banyak digunakan yaitu polietilena. Plastik jenis polietilena terdapat dalam banyak produk yang sering kita temukan misalnya polietilena tereptalat (PET) dalam botol air minum dalam kemasan, polivinil klorida (PVC) dalam baju, pipa air dan limbah, kabel, dan botol minum, serta polipropilen (PP) dalam tutup botol, kontainer makanan, sedotan, dan kotak makan (Millholland, 2016).
Di dunia, sekitar 381 juta ton plastik diproduksi pada tahun 2015 dan produksi plastik diestimasi meningkat 200 kali lipat setiap tahunnya (Ritchie & Roser, 2018).  Pada tahun 2018, permintaan plastik jenis polietilena di dunia lebih dari 100 juta ton (Menachery, 2018) dengan rata-rata produksi di Amerika Serikat saja hanya sebesar 15,5 juta ton (Anonim, 2018). Di Indonesia, pada tahun 2016, total produksi plastik sebesar 4,8 juta ton dengan konsumsi sebesar 5,1 juta ton. Dari 5,1 juta ton konsumsi, 65% diantaranya adalah konsumsi plastik jenis polietilena dan polipropilena (Edvansa, 2017). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jambeck et al., (2015) Indonesia menduduki posisi kedua penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Total jumlah sampah plastik di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 3,91 juta ton/tahun dengan 82,35% sampah plastik tidak dikelola dengan benar. Total sampah plastik yang berada di ekosistem terestrial berjumlah 1,93 juta ton/tahun. 
Tingginya pencemaran plastik menyebabkan berbagai kerusakan terutama di tanah. Cemaran plastik di dalam tanah berpengaruh terhadap ketersediaan bahan organik untuk proses degradasi baik secara kimia maupun biologi (Saquing et al., 2010). Plastik terutama dalam ukuran yang kecil dapat tergabung dalam matriks tanah dengan proses bioturbasi, perkolasi air, dan pengelolaan tanah. Sampai pada saat ini belum ada penelitian mengenai pengaruh plastik terhadap perubahan sifat fisik tanah. Penelitian model yang dilakukan oleh Machado et al., (2018) menunjukkan adanya plastik polietilena dalam tanah tidak bereaksi apapun dengan tanah sedangkan untuk benang poliester atau poliakrilik membentuk jaringan pada gumpalan tanah, walaupun belum ada bukti ilmiah akan tetapi hal ini mungkin dapat mengakibatkan erosi tanah. Plastik juga menurunkan kepadatan tanah walaupun tidak signifikan dan menurunkan aktivitas mikroba di dalamnya. Ketika terjadi kematian mikroba akibat keracunan plastik, maka proses ekosistem di dalamnya termasuk dekomposisi dan sikrus nutrien akan berubah sampai pada rantai makanan. 
Beberapa upaya untuk menanggulangi limbah plastik dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:
1. Menerbitkan aturan mengenai penggunaan plastik. Aturan yang telah ada saat ini belum mencakup seluruh Indonesia akan tetapi terbatas pada beberapa daerah, misalnya di kota Bogor. Peraturan mengenai larangan penggunaan kantong plastik di toko retail modern dan pusat perbelanjaan diatur dalam Peraturan Wali Kota Nomor 61 Tahun 2018. Dengan adanya aturan ini, penggunaan plastik akan berkurang di kota Bogor. Peraturan serupa diharapkan juga diterbitkan di kota-kota lain atau bahkan pemerintah pusat mengatur penggunaan plastik dan berlaku di seluruh Indonesia. Dengan demikian, selama degradasi plastik masih belum menemukan solusi, jumlah sampah plastik yang masuk dapat dikurangi secara signifikan.

2. Penggantian bahan baku plastik dengan bioplastik sehingga bersifat ramah lingkungan atau biodegradable. Penggantian bahan baku ini tidak serta-merta dengan 100% bioplastik, akan tetapi bisa mengkombinasikan antara bahan plastik sintetis dengan bahan bioplastik. Penggantian ini selain berdampak pada jumlah plastik yang ada di lingkungan sebab plastik bersifat biodegradable akan tetapi juga berdampak pada perusahaan plastik yang dapat terus melakukan produksi dan tidak perlu ditutup sebab yang diganti adalah bahan baku plastik. Salah satu perusahaan yang telah mulai memproduksi plastik biodegradable adalah perusahaan Oxium. Salah satu contoh plastik biodegradable yang telah ada di pasaran yaitu pada gambar di samping (Ernawan, 2017).
3. Membuat tempat pembuangan akhir yang lebih kompleks. Selama ini, TPA yang ada di Indonesia hanya berupa landfill atau penumpukan dan dilengkapi dengan fasilitas pembakaran. Fasilitas ini belum cukup maksimal dalam mengurangi jumlah sampah yang ada dan upaya pembakaran justru menambah masalah baru yaitu polusi udara. Pengolahan limbah plastik di alam akibat dari pengaruh faktor lingkungan seperti cahaya, panas, kelembaban, kondisi kimia, aktivitas organisme dapat mengubah bentuk fisika maupun kimia polimer plastik. Perubahan karakteristik polimer plastik ini termasuk mengubah sifat plastik menjadi terfragmentasi, tererosi, terdekolorisasi mengalami fase separasi, dan delaminasi.
TPA yang baik dapat dibangun dengan menambah beberapa fungsi misalnya, pencacahan, reaktor degradasi, dan pembakaran. Sampah plastik sebelum masuk di TPA juga harus dipisah berdasarkan jenis sampah terlebih dahulu. Plastik dapat menyerap kontaminan yang lebih beracun misalnya senyawa xenobiotik, kontaminan organik yang hidrofobik, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan bipenil terpoliklorinasi. Adanya serapan kontaminan yang lebih beracun ini maka ketika fragmen plastik dimakan oleh organisme tanah akan menyebabkan kematian serta untuk mikroba akan menurunkan tingkat degradasi plastik (Barnes et al., 2009). Plastik kemudian dicacah untuk meningkatkan luas permukaan yang dapat kontak dengan organisme yang akan merombak plastik tersebut. Organisme yang dilaporkan dapat merombak plastik yaitu cacing tanah Lumbricus terrestris dan Eisenia andrei, serta nematoda yaitu Caenorhabditis elegans (Horton et al., 2017). Beberapa bakteri juga dilaporkan dapat merombak plastik misalnya Aspergillus niger Streptococcus lactis (Priyanka & Archana, 2011), Enterobacter asburiae YT1 dan Bacillus sp. YP1 (Yang et al., 2014), serta konsorsium dari Enterobacter sp. bengaluru-btdsce01, Enterobacter sp. bengaluru-btdsce02, dan Enterobacter sp. bengaluru-btdsce03 (Skariyachan et al., 2016). Tingginya biodiversitas makhluk hidup di Indonesia baik organisme dan mikroorganisme tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya bakteri atau organisme yang dapat mendegradasi plastik. Untuk memperoleh makhluk hidup yang dapat mendegradasi plastik diperlukan upaya kerjasama antara institusi pendidikan dan penelitian serta pemerintah dalam hal aplikasi hasil penelitian di lapangan.
Selama belum ditemukan solusi dalam permasalah limbah plastik, maka yang dapat dilakukan manusia adalah berpegang pada prinsip lama, reduce, reuse, dan recycle. Mengurangi penggunaan dalam arti apabila kita masih menggunakan plastik, maka secara tidak langsung kita sepakat untuk terus mengeruk isi bumi dan cadangan minyak yang ada di bumi. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah memulai dari diri sendiri, dari hal yang kecil, dan mulai dari sekarang dalam mengurangi penggunaan plastik.

References:
Anonim. 2018. Polyethilene set for an exciting 2018. <https://www.icis.com/explore/resources/news/2018/05/03/10218285/polyethylene-set-for-an-exciting-2018/> diakses pada tanggal 2 Februari 2019 pukul 15.20.
Barnes, D. K. A., F. Galgani, R. C. Thompson, dan M. Barlaz. 2009. Accumulation and fragmentation of plastic debris in global environments. Philosophical Transactions of the Royal Society B 364(1526): 1985-1998. DOI: 10.1098/rstb.2008.0205.
Edvansa, P. S. 2017. Industri plastik bisa tumbuh 5,5% (editor: Cicilia, Sanny). <https://industri.kontan.co.id/news/industri-plastik-bisa-tumbuh-55> diakses pada tanggal 2 Februari 201pukul 16.36.

Ernawan, R. 2017. Menjaga kelestarian alam dengan menggunakan plastik yang ramah lingkungan. <http://standardisasi.menlhk.go.id/index.php/category/blog/page/4/>Diakses pada 9 Desember 2018 pukul 19.16.
Freudenrich, Craig. 2007. How plastic work. <https://science.howstuffworks.com/plastic4.htm> diakses pada tanggal 2 Februari 201pukul 01.15.
Geyer, R. J. R. Jameck, dan K. L. Law. 2017. Production, use, and fate of all plastics ever made. Science Advances 3(7) : 1-12. DOI: 10.1126/sciadv.1700782.
Horton, A. A., A. Walton, D. J. Spurgeon, E. Lahive, dan C. Svendsen. 2017. Microplastics in freshwater and terrestrial environments: evaluating the current understanding to identify the knowledge gaps and future research priorities. Science of the Total Environment 586(190): 127-141. DOI: 10.1016/j.scitotenv.2017.01.190.
Jambeck, J. R., R. Geyer, C. Wilcox, T. R. Siegler, M. Perryman, A. Andrady, R. Narayan, K. L. Law. 2016. Plastic waste inputs from land into the ocean. Science 347(6223): 768-770. DOI: 10.1126/science.1260352.
Machado, A. A. de S., C. W. Lau, J. Till, W. Kloas, A. Lehmann, R. Becker, dan M. C. Rillig. 2018. Impacts of microplastics on the soil biophysical environment. Environmental Science & Technology 52(17): 9656-9665. DOI: 10.1021/acs.est.8b02212.
Menachery, Martin. 2018. Global polyethilene demand to exceed 100 million metric tonnes in 2018, says IHS market study. <https://www.arabianindustry.com/petrochemicals/news/2018/oct/9/global-polyethylene-demand-to-exceed-100-million-metric-tonnes-in-2018-says-ihs-markit-study-5988255/> diakses pada tanggal 2 Februari 201pukul 15.21.
Millholland, C.D. 2016. Polymer profiles: a guide to the world’s most widely used plastics. <https://www.thermofisher.com/blog/materials/polymer-profiles-a-guide-to-the-worlds-most-widely-used-plastics/> diakses pada tanggal 2 Februari 201pukul 01.28.
Priyanka, N. dan T. Archana. 2011b. Biodegradability of polythene and plastic by the help of microorganism:a way for brighter future. Journal of Environmental & Analytical Toxicology 1(4): 1-4. DOI: 10.4172/2161-0525.1000111.
Ritchie, H. Ddan M. Roser. 2018. Plastic pollution. <https://ourworldindata.org/plastic-pollution> diakses pada tanggal 2 Februari 201pukul 14.32.
Saquing, J. M., C. D. Saquing, D. R. U. Kanppe, dan M. A. Barlaz. 2010. Impacts of plastics on fate and transport of organic contaminants in landfills. Environmental Science & Technology 44(16): 6396-6402. DOI: 10.1021/es101251p.
Skariyachan, S., V. Manjunatha, S. Sultana, C. Jois, V. Bai, K. S. Vasist. 2016. Novel bacteria consortia isolated from plastic garbage areas demonstrated enhanced degradation for low density polyethylene. Environmental Science and Pollution Research 23(18): 18307-18319. DOI: 10.1021/es504038a.
Yang, J., Y. Yang, W. M. Wu, J. Zhao, dan L. Jiang. 2014. Evidence of polyethylene biodegradation by bacterial strains from the guts of plastic-eating waxworms. Environmental Science & Technology 48(23): 13776-13784. DOI: 10.1021/es504038a.

Comments